Saatnya Mencurigai Batas Umur
Kematian akan menghampiri siapa pun,
baik ia seorang yang shalih atau durhaka, baik yang tua maupun yang muda, baik
yang miskin maupun yang kaya

Sebuah poster mengingatkan datangnya
kematian: "Shalatlah di belakang imam, sebelum dishalatkan di depan
imam"
BERITA wafatnya Ustadz Jefri Al Buchori pada akhir April 2013
sempat membuat banyak orang tidak percaya. Ketika itu tidak sedikit pula yang
menganggap berita tersebut hoax atau cerita bohong yang sengaja disebarkan oleh
pihak tidak bertanggungjawab.
Bahkan, sebagian orang menganggap
kematian Ustadz Jefri ini hanyalah mimpi, meskipun mereka secara langsung sudah
melihat berita di berbagai media massa terkait pemulangan jenazah dari rumah
sakit, prosesi shalat jenazah di Masjid Istiqlal, dan prosesi pemakaman Ustadz
Jefri. “Seperti mimpi menyaksikan kematian Ustadz Jefri,” celetuk salah seorang
rekan kepada penulis.
Keterkejutan masyarakat atas
wafatnya Ustadz Jefri bisa dimaklumi. Karena, wafatnya Ustadz Jefri sangat
mendadak, dengan cara yang tragis (akibat kecelakaan lalulintas), dan ketika
ajal menjemput usianya pun tergolong masih muda, 40 tahun. Sebetulnya kematian
mendadak seseorang sudah sering terjadi sebelum-sebelumnya.
Setiap yang Hidup Pasti Mati
Sebelum Ustadz Jefri, kita juga
pernah dikejutkan dengan kematian mendadak seorang politisi muda, Adjie
Massaid, akibat serangan jantung. Jika dilihat dari riwayat penyakit, Adjie
tidak memiliki riwayat penyakit jantung. Bahkan menjalani gaya hidup sehat dan
ia rutin berolahraga. Itulah takdir kematian yang tidak mengenal istilah ketuk
pintu.
Mengenai hal ini, Allah Subhanahu wa
Ta’ala berfirman
وَلَن يُؤَخِّرَ اللَّهُ نَفْساً إِذَا
جَاء أَجَلُهَا وَاللَّهُ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ
“Dan Allah sekali-kali tidak akan
menangguhkan (kematian) seseorang apabila telah datang waktu kematiannya. Dan
Allah Maha Mengenal apa yang kamu kerjakan.” (Al-Munaafiquun
[63]:11)
Ayat di atas menjadi peringatan bagi
kita bahwa kematian itu bisa terjadi kapan saja. Karena itu meskipun manusia
berusaha menghindar dari kematian, dia tidak akan bisa mengelak dari dari
kematian itu sendiri, meskipun bersamanya ada banyak dokter spesialis yang ahli
dan dilengkapi dengan peralatan kedokteran yang canggih dan mahal harganya.
Kematian akan menghampiri siapa pun,
baik ia seorang yang shalih atau durhaka, baik yang tua maupun yang muda, baik
yang miskin maupun yang kaya, seorang yang turun ke medan perang ataupun duduk
diam di rumahnya, seorang yang bersemangat mengejar kehidupan akhirat, ataupun
yang lalai dan malas-malasan.
Mengenai fenomena kematian mendadak
seperti halnya kasus Ustadz Jefri al-Buchori dan politisi Adjie Massaid ini,
beberapa abad yang lalu sudah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam sudah
memberi isyarat. Dalam Haditsnya Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya di
antara tanda-tanda hari kiamat adalah munculnya kematian mendadak.”
(Riwayat Thabarani)
Dalam pandangan Islam, mati bukanlah
akhir dari kehidupan manusia, tetapi hanyalah fase perpindahan dari kehidupan
di dunia kepada kehidupan akhirat. Oleh sebab itu, kita dapat menyatakan bahwa
mati sebenarnya awal dari kehidupan yang baru. Bahagia atau sengsaranya
seseorang dalam kehidupan akhirat bergantung apakah dia menjalani kehidupan di
dunia ini sesuai dengan nilai-nilai Islam atau tidak. Manakala seseorang sudah
menjalani kehidupan dengan baik hingga kematiannya, kematiannya sering disebut husnul
khatimah (akhir kehidupan yang baik).
Manfaat Dzikrul Maut
Seorang Mukmin sejatinya tidak
mengenal kata malas atau menunda-nunda waktu dalam beribadah kepada Allah
Subhanahu Wata’ala. Dalam benaknya harus
selalu dipenuhi rasa curiga; jangan-jangan batas usianya di dunia akan berakhir
lusa, besok atau bahkan hari ini. Dengan mengingat kematian (dzikrul maut),
seseorang selalu berhati-hati dalam
menapaki hidup di dunia. Rasulullah bersabda, “Cukuplah kematian itu sebagai
nasihat.” (Riwayat Thabrani dan Baihaqi)
Jika pun terjerembab dalam maksiat,
buru-buru ia bangkit dan bertaubat kepada Allah Subhanahu Wata’ala. Rasulullah bersabda: “Orang yang cerdas
adalah orang yang mengevaluasi dirinya dan melakukan sesuatu untuk hidup
setelah mati.” (Riwayat At Tirmizi, Ibnu Majah, dan Ahmad).
Coba tanyakan dengan jujur pada diri
kita, seberapa sering kita mengingat kematian? Hanya kita sendiri yang bisa
menjawabnya. Jika kenyatannya kita masih sangat sedikit dalam mengingat
kematian di tengah kesibukan dan semua urusan keduniaan, maka segeralah
mengubah langkah.
Banyak manfaat yang diperoleh jika
kita mengingat kematian. Umar bin Abdul Aziz pernah berkata,
“Barangsiapa
yang mendekatkan hatinya pada kematian, niscaya dia akan banyak mendermakan apa
yang dia punya.”
Mengingat kematian juga merupakan
satu cara yang sangat efektif untuk dapat menaklukan dan mengendalikan hawa
nafsu. Perhatikan sabda Rasulullah berikut ini : “Perbanyaklah mengingat
sesuatu yang melenyapkan semua kelezatan, yaitu kematian!” (Riwayat
Tirmidzi)
Dari uraian di atas, secara garis
besar dzikrul maut akan membuat seseorang meraih kemulian lantaran: segera
bertaubat, qana’ah hatinya, dan semangat dalam beribadah. Sementara orang yang
lupa dengan kematian dapat dicirikan: suka menunda-nunda taubat, tidak puas
dengan apa yang ada (rakus bin tamak), dan bermalas-malas dalam beribadah.
Cara Mengingat Kematian
Di antara perkara yang dapat
mendorong seseorang untuk beramal dan bersemangat adalah menyaksikan
orang-orang yang sedang menghadapi sakaratul maut. Bisa jadi pengaruhnya akan
membekas pada diri seseorang sampai ia meninggal dunia.
Suatu ketika, Hasan Al Bashri,
seorang ulama pada masa kekhalifahan Umayyah, menjenguk seseorang yang sedang
sakit. Didapati orang tersebut sedang menghadapi sakaratul maut. Secara
langsung Hasan menyaksikan kesulitan dan derita yang dialami orang itu.
Kemudian Hasan Al- Bashri pulang kepada keluarganya dengan raut muka yang
berbeda saat ia keluar rumah meninggalkan mereka. Oleh karenanya mereka
bertanya kepadanya, “Apakah engkau ingin makan? Semoga Allah Subhanahu
Wata’ala memberi rahmat kepadamu.”
Imam Hasan Al-Bashri menjawab,
“Wahai keluargaku, ambilah makanan dan minuman! Demi Allah, sesungguhnya aku
telah melihat kematian, aku akan terus beribadah hingga bertemu dengan-Nya.”
(dinukil dari At-Tadzkirah fi Ahwalil Mauta wa Umuuri Akhirat karya Imam
Al-Qurthubi)
Sementara Umar bin Abdul Aziz punya
cara unik untuk selalu mengingat kematian. Biasanya secara rutin Umar bin Abdul
Aziz mengumpulkan para fukaha setiap malam untuk mengingat kematian, kemudian
mereka menangis seolah-olah di hadapan mereka ada jenazah.
Ziarah kubur juga termasuk hal yang
dapat mengingatkan kita pada akhirat (termasuk di dalamnya kematian, sebagai
pintu menuju akhirat), sebagaimana sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi
Wassalam: “Dahulu aku melarang kalian
berziarah kubur, namun sekarang berziarahlah, karena hal itu akan menjadikan
sikap hati-hati di dunia dan akan dapat mengingatkan pada akhirat.”
(Riwayat Ahmad)
Pada akhir tulisan, marilah kita
renungi Hadits Rasulullah berikut ini, “Orang yang paling banyak mengingat
kematian dan paling siap menghadapinya. Mereka itulah orang-orang cerdas.
Mereka pergi dengan membawa kemuliaan dunia dan kemuliaan akhirat.” (Riwayat Ibnu Majah) *
http://www.hidayatullah.com/read/2013/12/25/13782/saatnya-mencurigai-batas-umur.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar